Mengapa Memutuskan Untuk S2: Sebuah Kontemplasi Diri di Jakarta

Mystic Mindscape
3 min readJan 10, 2020

--

Photo by Tim Gouw on Unsplash

Tidak pernah sekalipun terpikirkan bagi saya untuk melanjutkan Master setelah lulus sarjana di akhir tahun 2018. Kedua orang tua saya pun sudah sangat bangga dengan pencapaian mereka yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga menuju jenjang pendidikan tinggi. Duduk melihat anaknya dipanggil di auditorium Sabuga saja sudah membuat mereka takjub dan tak percaya bahwa mereka menyaksikan anaknya diwisuda. Saya merasa bahwa perjuangan saya sudah usai dan saatnya untuk berjalan kembali, dengan mencari pekerjaan. Cukup rasanya untuk menuntut ilmu melalui pendidikan formal.

Selain itu, beradu dengan pemikiran mayoritas orang pun membuat saya enggan untuk hanya menoleh sekian detik mencoba menempuh pendidikan master.

Ngapain S2, buang-buang umur!
Buang-buang uang aja, ga kasian sama orang tua?
Ya kalau abis S1 harusnya kerja, nikah, punya anak. S2 cuma buat orang kaya yang uangnya nganggur!
S2 itu gampang, cuma pelarian orang-orang yang ga dapet kerja!
Susah dapet jodoh nanti kalau cewe sekolah S2

Namun Jakarta ternyata berhasil menempa mindset saya begitu cepat. Merengkuh mimpi yang tak pernah tertulis di kalbu. Bisa dikatakan bahwa di Jakarta saya tumbuh dan belajar untuk mengubur dalam perkataan mereka yang selalu bergema di benak saya.

Photo by ekoherwantoro on Unsplash

Karena Jakarta kota metropolitan dengan segudang mimpi perantau di dalamnya. Karena Jakarta menyimpan banyak idealisme dan target setiap manusia yang tinggal. Karena Jakarta membuat setiap orang di dalamnya mendongak ke atas untuk terus memperbaiki kualitas diri, dan menunduk ke bawah untuk bersyukur. Lalu mengapa Jakarta bisa membuat saya memutuskan bahwa mengambil pendidikan master adalah jalan yang tepat?

Karena di Jakarta, saya merasa dekat dengan Indonesia

Bernaung di ibukota negara ternyata membuat saya lebih dekat dengan peristiwa-peristiwa di sekitar. Isu-isu Nasional, pemerintahan, yang berjarak tidak sampai 50 kilometer dari tempat tinggal membuka mata saya untuk ingin ikut andil mengembangkan negara ini. Saya mencintai Indonesia. Tanpa mengurangi prioritas kehidupan pribadi, saya ingin ikut membantu meningkatkan kualitas bangsa ini. Memang benar Indonesia bukan hanya Jakarta. Namun di Jakarta, saya bisa memandang Indonesia dengan segala hiruk-pikuk peristiwa yang mewarnainya.

Photo by Siora Photography on Unsplash

Sekali lagi, lalu bagaimana tinggal di Jakarta dapat menggiringmu pada keputusan melanjutkan kuliah?

Dengan segala peristiwa yang terjadi di Nusantara, secara sontak saya teringat pesan alm B.J. Habibie bahwa untuk dapat berkontribusi kepada bangsa, maka kita harus menjadi ahli di bidang yang kita geluti. Bekerja sebagai weather forecaster dan business development assistant di Jakarta ternyata membuat saya selalu memikirkan kalimat tersebut. Apakah saya sudah menjadi ahli di bidang yang saya ambil? Dan apakah saya mau memperjuangkan kemampuan dan kapabilitas saya lebih tinggi lagi untuk memajukan Indonesia?

Untuk berkontribusi kepada bangsa memang tidak harus menempuh jalur pendidikan S2.

Saya hanya merefleksikan apa dan bagaimana kondisi yang saya jalani sekarang. Bukan berarti saya mendapatkan sedikit pengalaman dalam bekerja. Namun saya merasa ada sesuatu yang kurang dalam pekerjaan saya. Rutinitas yang sama membuat saya hampir menyerah dan bermaksud untuk mencari peluang baru. Namun saya bertanya pada diri saya sendiri.

Apakah pekerjaan, pendapatan, semua ini hanya untuk saya?

Saya merasa ada potongan yang kurang dalam hidup saya. Serasa saya tertinggal jauh dari orang-orang yang mencoba menjadi bermanfaat untuk sekitarnya. Dan itu bukan karena rutinitas kerja. Ya, saya merasa bahwa saya hanya mementingkan diri sendiri dan bodo amat terhadap masa depan bangsa. Sampai akhirnya saya mulai mencoba untuk mengikuti komunitas, bertemu dengan orang-orang baru, serta bergabung dalam kegiatan kemanusiaan. Saya terus mencari dan mencari, sampai akhirnya menemukan suatu pengandaian. Dari sinilah saya mendapatkan suatu kesimpulan, bahwa saya akan mengejar pendidikan tinggi kembali, tanpa harus memberatkan orang lain, karena:

Apabila saya memiliki ilmu yang lebih tinggi, maka lebih banyak kesempatan saya membagikan apa yang saya dapat kepada lingkungan sekitar, kepada masyarakat, kepada Indonesia.

Photo by Leon Biss on Unsplash

--

--