Filosofi Bunga Melur

Mystic Mindscape
3 min readAug 1, 2020

--

Photo by Avin CP on Unsplash

Itulah mengapa aku menyukai tiap lantunan kata dalam musik Melayu. Terkandung makna yang indah-indah di dalamnya. Tak mampu aku menirunya, namun juga tak jemu menikmatinya. Tatkala ketika aku termenung mencari-cari petunjuk isi syair di dalamnya, setiba itu juga tak hentinya diriku takjub membacanya. Ditambah pula ketika karya P. Ramlee dilantunkan dengan indah oleh Dato Sri yang mashyur nama dan suaranya di dua negeri, Siti Nurhaliza.

Di hujung sana tempatmu, bunga melur
Bukan di taman yang indah, bunga melur
Hanya di sudut halaman
Tiada dihiasi jambangan indah permai

Negeri ini tak mengenal nama bunga melur, namun melati. Rasanya terakhir diriku memetik bunga melur itu saat masih belia dulu, ketika mengunjungi tetangga yang kebetulan menanamnya di pekarangan rumah. Namun bukan di taman yang indah. Malang nian kedudukannya, bak insan tak mendapat kedudukan layak di dunia. Terpinggirkan. Jauh dari sejahtera.

Tapi warnamu yang putih, bunga melur
Tandanya suci dan murni, bunga melur
Walaupun ditiup debu
Warnamu dan baumu tetap memikat kalbu

Tanda warna suci dari bunga melur kuterka bak hati manusia yang bersih nan suci dambaan khalayak. Aral rintangan, cacian hinaan, kepiluan menjalani hidup, payahlah dihadapi bagi insan yang tak memiliki tanda warna ini. Di lain sisi, tingginya kehormatan manusia pun bagai bau wangi bunga melur yang memikat banyak orang. Tak henti menebar bau semerbak di tiap-tiap orang yang melewatinya. Ya, walaupun terpinggirkan akan kedudukan, kehormatan dan belas kasih tak perlu lah engkau direndahkan.

Ibarat gadis desa, bunga melur
Sederhana…
Walau kering tak bercahaya, bunga melur
Baumu memikat jiwa

Kesederhanaan bagai gadis desa menurut P. Ramlee pun kuterka tak seperti gadis desa di masa kini yang pandai bersolek dan jauh dari kata hirau pada sekelilingnya. Namun pabila gadis itu masih ada, terpujilah sosok dan perangainya, karena kesederhanaan adalah kunci rendah hatinya seorang manusia. Begitulah, salah manusia menilai sesamanya bila hanya dipandang dari kemashyuran tempat yang dinaunginya. Terpujilah sekali lagi manusia teguh nan rendah hatinya serta tinggi derajat nan belas kasihnya bak bunga melur yang tak henti menebarkan bau wanginya.

Semoga sabar dahulu, bunga melur
Pada di suatu ketika, bunga melur
Masanya akan menjelma
Disanjung dan dipuja
Oleh gadis remaja

Pada suatu masa nanti maka bunga melur akan menjadi pujaan para gadis remaja. Ketika pernikahan telah menghampiri mereka. Tak hentinya menghitung satu demi satu bunga melur yang mereka punya untuk menghiasi dirinya yang akan berkahwin dengan pujaan hatinya. Maka dari itu bersabarlah wahai bunga melur. Walau tak dihiasi jambangan indah permai, kamu akan tetap disanjung dan dipuja tiap-tiap gadis di negeri ini, karena kesucianmu dan baumu. Maka apabila manusia diberikan hati untuk bersabar, niscaya sanjungan dan pujian bagi mereka kan datang tak lama setelah apa yang mereka pertahankan dan perjuangkan telah sampai pada masanya.

Dan apabila kusambungkan terkaan-terkaanku sebelumnya, maka kehormatan diri, kerendah hatian, kesederhanaan, dan kesabaran adalah kunci kehidupan menjadi manusia yang beradab, beradat, dan teguh dalam agama dan keyakinannya.

Terima kasih pada almarhum P. Ramlee atas syair lagu Bunga Melur yang penuh akan makna, serta Dato Sri Siti Nurhaliza yang ikut melantunkan karya terbaik ini.

Jakarta, 1 Agustus 2020

Photo by Nicola Fioravanti on Unsplash

--

--